“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran : 110)
Kita seringkali membanggakan diri sebagai umat terbaik, diangkatlah Ali Imran ayat 110. Ayat ini merupakan pemicu optimistis, tapi bisa juga memancing kebanggaan tanpa kapasitas. Dalam artian, umat terbaik itu hanya dijadikan label saja, jauh dari pada esensi. Padahal ayat ini secara utuh menjelaskan begitu detailnya tahap demi tahap manusia itu digelari sebagai umat terbaik. Seakan Allah swt menyebut syarat-syaratnya dalam ayat tersebut untuk menghindarkan kita dari penyakit sombong.
Hamka melihat bahwa ayat ini seharusnya tidak membentuk sikap uber alles (di atas segalanya). Sebaliknya ayat ini adalah peingatan sekaligus memberikan langkah-langkah untuk mencapai label itu. Tidak sepatutnya kita tersesat karena terlena dengan gelar itu hanya karena kita ber-KTP Islam. Perspektif ini justru menjerumuskan ke dalam jurang kesombongan tanpa memiliki nilai-nilai esensi dari label kebanggaan tersebut.
Karenanya Hamka menyandingkan ayat ini dengan al-Maidah ayat 18, disebutkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani juga membanggakan dirinya seperti yang kita lakukan. Mereka mengaku dirinya sebagai anak-anak Allah, kekasih Allah, sehingga memandang rendah orang-orang selain mereka. Karena itulah Allah swt mencela orang-orang yang membanggakan diri dan merendahkan selainnya.
Ada sebab, ada akibat. Ada label yang membanggakan, ada juga syarat yang harus dipenuhi. Dan semua itu terangkum dalam satu ayat ini. Hamka membagi ayat ini menjadi empat bagian; 1. Label umat terbaik, 2. Amar Makruf, 3. Nahi Munkar dan 4. Beriman kepada Allah. Jangan sekali-kali membaca ayat ini sepotong kalimat pertama saja dan melupakan kelanjutannya. Karena label itu hanya akan memberikan kesombongan sedangkan kita terlalu jauh dari tujuan.
Ini adalah satu ayat yang tidak terpotong-potong dan tidak boleh dipotong-potong. Huruf “waw” artinya dan, yang mempersambungkan antara keempat patah kalimat itu sehingga menyebabkannya ia berangkat dan tidak dipisahkan antara satu dan yang lain. Umat Muhammad saw. akan tetap menjadi sebaik-baik umat yang timbul antara perikemanusiaan, selama ia mempunyai tiga sifat keutamaan itu. Bernai menyuruh berbuat makruf, berani melarang berbuat munkar, dan percaya kepada Allah swt. (Pandangan Hidup Muslim, Hamka)
Tiga itulah syarat yang saling terikat, diturunkan oleh Allah swt sebagai tantangan untuk mencapai kemuliaan antara manusia. Frasa “umat terbaik” menjadi pemantik bagi pembacanya agar mencari jalan untuk menempuhnya. Keimanan adalah modal segalanya, sedangkan amar makruf dan nahi munkar adlaah langkah yang harus dilakukannya.
Hamka juga menjelaskan untuk memahami surat Ali Imran ayat 110 diperlukan mafhum dari bawah. Artinya kita harus memahami ayat ini dengan alur mundur dari akhir ayat, sehingga kita tujuan besarnya adalah umat terbaik. Maka urutannya menjadi; 1. Beriman kepada Allah swt, 2. Berani melarang yang munkar, 3. Berani menyuruh yang makruf. Dan sampailah kita menjadi umat terbaik.