Pada hakikatnya banyak istilah yang menggambar karakter ini, sebagian menyebutnya tawasuth, lainnya ta’adul. Sehingga sulit kita mencari kata yang tepat untuk mewakili karakter Islam ini dengan bahasa kita. Secara makna bisa kita artikan sebagai adil atau seimbang dalam menanggapi dua sisi yang berbeda. Tidak terlalu merangkul salah satunya atau tidak melempar satu lainnya. Atau tidak mengambil hak satu sisi lebih dari haknya dan tidak menjauhkan dari yang seharusnya didapatkan.
Seperti halnya ruh dengan jasad, pribadi dan kelompok, idealism dan realitas semua itu harus memiliki porsi yang cukup dan tepat. Tidak boleh berlebihan atau dikurangi, tidak menguntungkan atau merugikan lainnya. Seperti itulah ringkasnya tawazun atau ta’adul atau tawasuth atau sebut saja keseimbangan.
Karenanya yang menentukan hak-hak agar seimbang itu tidak sepenuhnya manusia. Dengan kemampuan akal yang terbatas, pemahaman yang pendek manusia selalu cenderung terhadap sesuatu. Entah kecenderuangan terhadap dirinya, keluarganya, kelompoknya, dsb. Sehingga yang memiliki kuasa itu adalah Allah swt, karenanya kitaa melihat keseimbangan yang luar biasa Dia ciptakan.
Dari sekelumit tubuh manusia, kita merasakan keseimbangan sejak awal dilahirkan. Begitu pun alam semesta, tetap terjaga karena keseimbangannya. Kita merasakan panas dan dingin, ada malam yang gelap dan siang yang terang. Begitu pun keseimbangan risalah ini meliputi syariatnya untuk kehidupan manusia.
Kuasa menciptakan matahari, bulan, bumi, bintang dan semua benda langit itu bergerak pada orbitnya. Ada gaya sentrifugal dan gaya gravitasi yang membuat planet mengitari primernya. Jika terlalu lambat akan tertarik dan menabrak primernya, jika terlalu cepat akan lepas dari primernya dan menjauh di luar angkasa. Tiada yang mampu menciptakan sistem semegah itu melainkan Allah swt.
Perhatikan hidup manusia yang bertahan dengan bernafas. Bernafas ialah menghirup dan menghembuskan. Antara hirupan dan hembusan harus sesuai , sehingga akan menyalurkan ke seluruh tubuh dengan baik. Jika hirupan udara lebih dari hembusannya, atau hembusannya lebih dari hirupannya, maka itu menjadi akhir dari hidup manusia.
“Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya” (Yasin : 40)
“.. Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan * dan tumbuh-tumbuhan (atau binatang-binatang) dan pepohonan keduanya tunduk kepada-Nya * dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbanga” (Ar-Rahman : 5-7)
Dalam ruh manusia pula ada hirup dan hembus, yaitu akal dan hati. Ruh manusia membutuhkan keduanya secara seimbang. Akal dan hati perlu asupan yang seimbang sehingga ruh tetap terjaga sehat. Tidak menuhankan akal sehingga semua soal hidup diukur dengannya, tidak juga mengandalkan hati saja sehingga kebijakan tidak diukur logisnya.
Bagaimana mungkin masih ada manusia yang mengatakan keseimbangan alam dunia sebagai sebuah fenomena kebetulan, sedangkan bukti nyata di hadapannya begitu jelas. Galileo Galilei seorang ilmuran Barat mengakui bahwa keseimbangan alam yang sempurna ini merupakan rancangan yang disengaja dan campur tangan Ilahiah. Begitupun Issac Newton pernah menulis bahwa semesta yang indah ini muncul dari kekuasaan Zat yang bekuasa atas segalanya, sebutlah Dia “Tuhan yang Mahaagung”.
Tawazun merupakan karakteristik risalah Islam yang Allah swt berikan jalan bagi manusia untuk bahagia. Karenanya manusia akan meraih nikmat yang sempurna tatkala mampu seimbang dalam memenuhi kebutuhan jasad dan ruh, akal dan hati. Kenikmatan inilah yang disebut dengan nikmat dzahirah dan bathinah.
Wallahua’lam bisshowab.