Oleh: Finka Setiana Adiwisastra (Penulis Buku Mahakarya Untuk Indonesia dan Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Unila)
Pandemi masih belum usai melanda dunia khususnya negeri tercinta Indonesia yang masih dirundung bencana pandemi. Rasanya waktu bergulir cepat hingga pandemi masuk pada babak dua. Seiring berjalannya waktu, pandemi pun turut semakin akut dan fluktuatif. Sifatnya yang tak pasti membuat Epidemiolog sekali pun agak sulit memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir. Justru jumlah korban yang diakibatkan oleh pandemi ini semakin melonjak tinggi per harinya. Menurut data yang dilansir dari Kemenkes.go.id per tanggal 18 April 2021 bahwa jumlah secara kumulatif positif Covid-19 sebanyak 1.604.348, sembuh (Positif Covid-19): 1.455.065 dan meninggal (Positif Covid-19): 43.424. Hal ini membuktikan dari hari ke hari angka secara kumulatif terus meninggi yang ditandai dengan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan daripada yang sembuh.
Babak dua pandemi sudah bergulir dan belum bisa dipastikan akan berakhir. Setiap masyarakat di Indonesia dianjurkan untuk tetap dan selalu waspada terhadap bahaya pandemi dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pemerintah Indonesia selaku garda terdepan dalam penanganan Covid-19 ini pun tetap dan akan senantiasa berupaya menekan tingginya kasus Covid-19 yang melanda Indonesia. Agar kehidupan kembali seperti sedia kala dan normal tanpa adanya pandemi yang melanda negeri. Kehidupan yang didambakan oleh setiap masyarakat di Indonesia agar sendi-sendi kehidupan kembali pulih sehingga aktivitasnya berlangsung secara efektif.
Kementrian Agama berkolaborasi dengan Majelis Ulama Indonesia mencermati perkembangan pandemi yang berlangsung. Pada Ramadan 1442 Hijriah ini tentu keduanya sudah ditetapkan protokol kesehatan yang merujuk pada perkembangan pandemi tadi. Baik itu saat melaksanakan ibadah puasa, sholat fardhu, sholat tarawih, dan sebagainya dengan panduan penyelenggaraan ibadah selama Ramadan agar masyarakat mampu menjalani ibadah dengan tertib sesuai aturan yang berlaku sehingga perkembangan pandemi terus dikelola juga dengan sebaik mungkin untuk tidak melonjak tinggi pada Ramadan.
Esensi Ramadan yang dikenal dengan bulan penuh kemuliaan dan keberkahan semestinya tak boleh surut dengan adanya pandemi yang melanda Masyarakat Indonesia hampir secara keseluruhan. Semangat menyalakan kebaikan kemudian menyuarakannya di tengah gemuruh pandemi harus tetap berlanjut, meskipun pandemi masih belum berakhir dan penuh tanda tanya kapan akan berakhirnya. Kebaikan akan senantiasa hidup tatkala aktornya tetap memperjuangkan kebaikan tersebut agar tetap tumbuh dan berkembang di masyarakat luas.
Memang kewaspadaan tetap perlu dipupuk oleh Masyarakat Indonesia dalam menjalani prosesi ibadah pada Ramadan kali ini. Agar pandemi dapat dikelola perkembangannya untuk tidak melonjak tinggi lagi, sebaliknya justru pandemi harus dapat diredam dengan pendekatan-pendekatan humanis. Pendekatan yang mengutamakan kehati-hatian dalam bertindak di tengah pergumulan masyarakat sosial. Pendekatan yang menjauhi mudharat dalam bersikap di pusaran masyarakat. Dan pendekatan yang mendekati konstruksi sosial yang beradab dan beretika dalam masyarakat.
Masyarakat Indonesia harus tetap menjalani ibadah Ramadan dengan baik sebagai bagian dari kewajibannya sebagai muslim. Ramadan ini menyiratkan tujuan mulia yang akan dicapai oleh masyarakat yaitu gelar takwa sebagai sebaik-baik gelar di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al-Baqarah: 183 bahwa orientasi dari ibadah puasa selama Ramadan adalah la’alakum tattaquun atau agar kalian bertakwa dengan dikuatkan oleh QS. Al-Hujurat: 13 sebaik-baik gelar yaitu inna akromakum ‘indallahi atqookum sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Masyarakat Indonesia pun tentunya memiliki target-target secara pribadi maupun sosial yang dicurahkan untuk bulan suci Ramadan. Secara pribadi dapat dipastikan Masyarakat Indonesia ingin meningkatkan iman dan takwa (IMTAK) dalam kesehariannya sehingga di dalam hari-harinya mereka banyak melakukan ibadah mahdoh (Ibadah yang hubungannya dengan Allah) maupun ghairu mahdoh (Ibadah yang hubungannya dengan manusia). Dalam kesehariannya yang progresif, Masyarakat Indonesia tentu akan berupaya memperbanyak tilawah di Bulan Ramadan sebagai bulan yang diturunkannya Al-Qur’an sebagai huda linnas wa bayyinatin minal huda wal furqoon petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Sebagai bentuk kepedulian sosial pula, Masyarakat Indonesia akan berupaya untuk memperbanyak sedekah sebagaimana substansi awal dari adanya Bulan Ramadan. Tentunya dengan ibadah-ibadah lainnya yang tak tersirat melalui tulisan ini, Masyarakat Indonesia akan mampu melewati segala bentuk aral melintang dengan merapat sepenuhnya pada Allah sebagai Tuhan seluruh alam semesta.