Ramadan telah tiba, umat Islam menyambutnya dengan gembira. Setelah tahun lalu kita melaluinya dengan aturan yang ketat, tahun ini lebih luang. Kegiatan tarawih berjamaah hingga ngabuburit sudah dibolehkan meski dengan mematuhi protokol kesehatan. Hal seperti ini penting bagi masyarakat agar feel Ramadan sebagai bulan suci ini lebih terasa. Perubahan kepada hal-hal yang khas Ramadan secara tidak langsung membentuk mindset masyarakat secara umum bahwa kita sedang berada di bulan yang mulia.
Semua bulan itu baik, tapi kalau kita diberi pilihan, maka Ramadan adalah bulan terbaik. Selaras dengan banyaknya hadits yang menyebut keutamaan bulan ini. Begitu mulianya bulan ini, diutarakan dalam sebuah hadits Qudsi bahwa puasa itu untuk Allah swt dan Dia yang akan mengganjarnya, mendapatkan dua kebahagiaan bagi yang berpuasa dan bau mulutnya di hadapan Allah lebih wangi dari misk.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Setiap amalan anak Adam baginya kebaikan 10 kali lipat hingga 700 kali lipat.” Allah swt berfirman: “Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Sesungguhnya dia telah meninggalkan syahwatnya, makanannya dan minumannya untuk-Ku.”
“Bagi orang berpuasa ada dua kebahagiaan: yaitu kebahagiaan ketika berbuka, dan ketika berjumpa Rabbnya bahagia karena puasanya.”
“Demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih Allah cintai dibanding bau misk”
Pada riwayat pertama amalan kita (yang berpuasa) tidak dilipatgandakan hingga ratusan kali lipat, namun Allah yang akan mengganjarnya langsung. Tidak adanya hitungan yang akan Allah berikan menunjukkan jumlah yang tidak ada batasnya. Dalam Lathaif al-Ma’arif dijelaskan bahwa Allah akan melipatgandakannya yang lebih banyak tanpa hitungan manusia, hal ini karena puasa adalah bagian dari kesabaran. Dan firman Allah swt menyebutkan, “… Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS Az-Zumar : 10)
Oleh karena itu, bulan Ramadan disebut juga dengan bulan sabar, dalam hadits lain dikatakan, “puasa adalah setengah dari sabar”. Dan menurut kebanyakan ulama sabar itu ada tiga bagian; sabar dalam taat kepada Allah, sabar dalam menjauh dari larangan Allah dan sabar atas taqdir Allah yang menimpanya. Dan keseluruhan sabar itu terkumpul dalam ibadah puasa.
Bahkan disebutkan juga dalam hadits (meskipun dho’if) tentang puasa di bulan Ramadhan, “Ramadan adalah bulan kesabaran dan imbalan sabar adalah surga.” Dalam teks lain, “Puasa itu untuk Allah dan tidak ada yang mengetahui ganjarannya kecuali Allah swt.”
Amalan yang dilipatgandakan itu karena beberapa sebab, diantaranya; tempat dan waktu. Amalan mulia dilihat dari tempat misalnya solat di Masjidil Haram atau Masji an-Nabawi, dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw, “Solat di masjidku lebih baik dari 1000 solat di masjid lainnya kecuali masjidil haram”. Begitu juga kemuliaan dilihat dari waktunya, seperti bulan Ramadan dan Dzulhijjah. Dari Anas, Rasulullah ditanya, “Sodaqoh seperti apa yang paling utama?” Ia menjawab,”Sodaqoh di bulan Ramadan.” Dalam teks lain,”Umrah di bulan Ramadan”.
Artinya kebaikan-kebaikan yang dilakukan di bulan Ramadan akan ikut serta dilipatgandakan bersamaan dengan mulianya bulan ini. Kebaikan yang tak tehingga juga dilimpahkan bagi orang-orang yang berpuasa karena Allah. Inilah waktu yang telah Allah muliakan bagi umat Islam, semoga kita dapat memanfaatkan momentum ini. Amiin.
Wallahua’lam bisshowab
Sumber: Lathaif al-Ma’arif