Bulan Rajab adalah bulan keberkahan, disunnahkan umat Islam untuk memperbanyak amalan. Ketika Rajab tiba, kita berdoa agar diberkahi selama bulan Rajab dan Sya’ban, lalu memohon agar kita disampaikan ke bulan Ramadhan. Rajab juga termasuk bulan yang al-Quran menyebutnya dengan bulan haram. Tidak boleh ada kezaliman, peperangan dan segala sesuatu yang haram selama bulan tersebut. Disebutkan ada empat bulan haram, dan Rajab adalah salah satunya.
Dalam sejarah Islam ada yang identik dengan Rajab, yaitu fenomena Isra Mi’raj. Sudah kita pahami isra mi’raj merupakan fenomena yang hanya terjadi pada baginda Rasulullah Saw. Perjalanan malam dari Mekkah ke Palestina berjarak kurang lebih 1.500 km ditempuh dengan kecepatan yang tidak bisa menandinginya dengan alat secanggih apapun. Setelah itu pintu langit dibuka, Rasul dan Jibril naik ke setiap tingkatan langit hingga bertemu dengan Allah Swt.
Ketika tiba di Mekkah, Rasulullah berusaha menyampaikan perjalanannya, supaya menjadi hikmah bagi manusia. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, merek mencemooh, merendahkan Rasul, menyebutnya orang gila dan mengkhayal berlebihan. Namun dalam kerumunan orang-orang yang belum diberi hidayah, ada sosok yang membenarkan kisah Rasulullah. Dialah Abdullah bin Utsman, kita mengenalnya Abu Bakar.
Abu Bakar adalah sahabat Rasulullah yang pertama masuk Islam, dia sosok yang paling dalam ilmunya, cerdas, perasa, terpercaya dan pemberani. Abu Bakar juga cukup dikenal di kalangan kabilahnya. Menurut beberapa riwayat ia digelari Ash-Shiddiq karena selalu membenarkan dan yakin dengan segala sesuatu yang disampaikan Rasulullah.
Secara personal Abu Bakar harus menerima logika di luar nalar tentang Isra Mi’raj. Sedangkan sebagai orang beriman ia harus meyakini kebenaran perkataan Rasulullah. Dua beban ini secara tidak langsung ditanggung oleh Abu Bakar sekaligus konsekuensinya. Namun keimanan memupus segala keraguan, semua yang ada dalam baying-bayang ditaklukkan oleh keimanan.
Peristiwa Isra Mi’raj adalah salah satu yang Abu Bakar yakini kebenarannya, ketika banyak orang mendustatakannya. Keyakinan itu ada dalam hatinya, karena Abu bakar hanya melihat sosok sang Rasul dengan mata keimanan. Yang keluar dari mulutnya selalu kebenaran, tingkah lakunya juga kebenaran. Resiko meyakini ucapan Rasulullah adalah cemooh dan aniaya pula. Abu Bakar tidak peduli lagi dengan resiko kepedihan, karena tidak ada yang lebih pedih dari pada hilangnya keimanan.
Membenarkan khabar dari Rasulullah memang perlu keberanian, dan Abu Bakar orang yang paling berani menunjukkan khabar itu. Ia menjadi garda terdepan yang meyakini kebenaran. Tidak ada keraguan pada Abu Bakar ketika menerima informasi dari Rasul melainkan keyakinan penuh tentang kebenarannya. Kalaupun informasi itu akan melukai dirinya hingga mengorbankan nyawanya, dengan lantang akan ia ucapkan. Itulah sosok sahabat mulia, Abu Bakar Sang Pembenar (Ash-Shiddiq).
Wallahua’lam bisshowab.