Shoheiko (Confucian College) didirikan di Tokyo pada tahun 1630, bukti bahwa Jepang sudah benar-benar menaruh perhatian pada aspek pendidikan masyarakatnya sedari dini. Kata Tokugawa Ieyasu, “belajar seni kedamaian, sama kedudukannya dengan belajar seni berperang”.
Tak ayal, buahnya di era Meiji, hampir urung ditemukan masyarakatnya yang tuna aksara. Hampir semua individu di Jepang bisa baca tulis, begitu papar Ronald Dore salah seorang peneliti mumpuni di bidang pendidikan masa Tokugawa.
Sebuah kenyataan yang gemilang, maka tak heran pemerintah Jepang pada tahun 1868 percaya diri mengimpor pemikiran Barat sebagai usaha modernisasi negaranya. Masyarakat Jepang, seperti kata Edward R. Beauchamp “sudah belajar bagaimana cara belajar”. Maka darinya, tak perlu ada yang mesti dikhawatirkan.
Usaha modernisasi itu strateginya dua; mengirim ratusan pelajarnya ke Inggris, Perancis, Amerika dan Jerman untuk menilik rahasia teknologi Barat dan produknya. Yang kedua, menjamu ilmuwan- ilmuwan Barat (oyatoi gaikokujin) datang ke Jepang untuk mengajari cara membuat jalur transportasi, juga membina masyarakat bercocok tanam.
Hasilnya bukan main, sebagaimana dipaparkan Dr. Muhammad Abdul Alim Mursi, era Meiji (1868- 1912) menjadi pencapaian sejarah yang luar biasa bagi Jepang. Jepang dapat memujudkan pencapaian Barat yang didapatnya setelah berjuang ratusan tahun, cukup dalam beberapa dekade saja.
Rahasianya adalah belajar. Jepang adalah negeri pembelajar. Sebagaimana dituturkan oleh Malik bin Nabi membandingkan Jepang dengan negeri- negeri Islam, kenapa negara- negara Islam tak kuat membendung westernisasi, sedangkan Jepang tetap kuat bertahan? kata Malik bin Nabi:
“Jepang begitu cerdik ketika berinteraksi dengan Barat. Jepang memposisikan dirinya sebagai pelajar (tilmidz), sedangkan kita (dunia Islam) memosisikan diri kita sebagai pelanggan (zabun)”.
Ketika pelajar- pelajar Jepang berkenalan dengan Ford, yang mereka lakukan bukan hanya mengendarainya; mereka preteli seluruh bagiannya untuk melahirkan Toyota, Ishuzu, Honda, dan Mitsubishi semuanya. Jepang belajar, tidak hanya sekedar mengonsumsi seperti kita.
1 Mei 2019 lalu, Jepang masuk ke era barunya, namanya Reiwa. “Kata Reiwa menyiratkan hati orang-orang yang bersama-sama, dalam keindahan, menciptakan dan mengembangkan budaya,” ujar Shinzo Abe yang baru- baru ini mengundurkan diri.
Kita, umat Islam, era apa yang akan menanti kita di ujung sana, jika sikap kita terhadap kemajuan peradaban lain masihlah sebagai konsumen?
*Referensi:
1. Edward R. Beauchamp- at- Tarbiyyah fil Yaban al- Muashiroh, 24, 25, 26.
2. Umar Masqawi- Nadzarat fil Fikril Islami wa Malik bin Nabi, 30, 31.