Dalam karakter tawazun atau tawasuth ia memiliki makna lain yang menonjolkan keunggulan manhaj Islam. Hal tersebut menjadikan kemuliaan dan keabadian untuk risalah Islam itu sendiri. Pertengahan bisa juga dimaknai dengan keadilan. Ini juga yang menyifati umat Islam seperti disebutkan dalam al-Quran sebagai umat pertengahan. Di hadapan manusia sifat adil menjadi syarat diterimanya perkataan seorang saksi. Hakim yang adil dan kesaksian yang adil memberikan kesejahteraan dalam kehidupan manusia.
Dalam hadits dari Abi Sa’id al-Khudri, Rasulullah membaca al-Baqarah ayat 43, lalu ia berkata “al’adlu” makna dari kata wasathon. Adil, pertengahan (tawasuth) atau seimbang (tawazun) memiliki makna yang berdekatan. Sehingga adil dapat dimaknai pertengahan antara dua pertentangan atau ekstrem, tanpa condong kepada salah satunya. Atau dengan ibarat lain, Syekh Yusuf al-Qardhawi mengibaratkan keseimbangan antara sisi-sisi dengan memberikan hak-haknya tanpa merendahkan atau menyampingkan.
Dalam artian lain, tawazun juga bermakna manhaj yang istiqomah. Manhaj yang istiqomah itu seperti yang dijelaskan dalam al-Quran, kalimat yang kita membacanya minimal 17 kali sehari. “Tunjukilah kami jalan yang lurus” (al-Fatihah : 6). Allah swt mendidik kita untuk selalu meminta jalan yang lurus setiap waktunya. Manhaj yang lurus, jalan yang lurus itu berada antara jalan yang dimurkai dan jalan yang tersesat.
Rasulullah saw memisalkan keduanya dengan Yahudi dan Nashrani. Keduanya adalah percontohan dari ifrath dan tafrith dalam beberapa ajaran Islam. Yahudi merendahkan dengan membunuh para nabi, sedangkan Nashrani menuhankannya. Yahudi mengharamkan apa-apa yang dibolehkan, sedangkan Nashrani banyak membolehkan segala sesuatu. Dan Islam mengajarkan untuk menghindari kedua kubu yang berlebihan tersebut. Kita diarahkan agar selalu berpegang pada manhaj yang tengah, manhaj yang Allah swt ridhoi.
Pertengahan juga sebagai dalil kebaikan, materi maupun maknawi. Dalam materi misalnya manik-manik terbaik adalah pertengahan, orang menjadikannya pehiasan dan sebagainya. Dan secara maknawi pertengahan lebih baik dari pada yang berlebihan, dalam hal apapun. Karenanya Imam Ibnu Katsir memaknai “ummatan wasathon” dalam al-Quran sebagai umat terbaik.
Pertengahan selalu identik dengan kebaikan, misalnya Quraisy disebut nasab terbaik di Arab karena nasab pertengahan. Dan dalam sholat disebutkan “sholatul wustho” adalah sebaik-sebaik sholat di antara lainnya.
Pertengahan merupakan tanda keamanan dan kekuatan. Apa-apa yang berada di tengah akan selalu aman, begitu kata penyair Arab. Dan menjadi pusat kekuatan, dapat kita saksikan pemuda adalah simbol kekuatan antara fase lemah anak dan fase lemah orang tua. Begitu juga matahari terasa kuat sekali panasnya jika berada di tengah-tengah.
Tawazun atau tawasuth seharusnya menjadi titik persatuan, karenanya Islam menjungjung tinggi persatuan bukan perpecahan dan adu domba. Ketika setiap sudut semakin melebar, maka titik tengah tetaplah ada untuk mepersatukan antara satu sisi dengan sisi lainnya. Hal ini meliputi materi, maknawi maupun fikrah.
Sudut pandang sebuah pemikiran akan terus menajam dan mengeras ke arah kelompoknya. Dan fikrah pertengahan memungkinkan pertemuannya dengan segala jenis fikrah yang ada, itulah titik pertemuan tawazun dan tawasuth yang menjadi karakteristik Islam.
Wallahua’lam bisshowab.