Risalah Islam tidak hanya menyentuh aspek hidup manusia, lebih dari itu, risalah ini memperhatikan seluruh fase hidup manusia. Mulai dari bayi lahir, lalu menjadi dewasa hingga akhirnya tua, Allah swt memiliki keseuaian seluruh risalahnya bagi setiap fase tersebut.
Perhatikan ketika manusia lahir, Islam memberi syariat tentangnya. Mulai lahir dari Rahim sang ibu, menyuarakan adzan di telinganya, menentukan nama terbaik lalu menyembelih hewan aqiqah sebagai tanda syukur. Kita juga mendengar hukum tentang anak dalam persusuannya, dan siapa yang menafkahinya ketika ibu dan ayah harus berpisah.
Bahkan sejak janin masih dalam perutnya Islam memberi taujihnya. Manusia memiliki kewajiban melindungi kehidupannya, karenanya bolehlah ibu hamil tidak puasa di bulan Ramadhan jika berbahaya pada janinnya. Sebagaimana risalah ini juga memperhatikan kematian hingga akhiratnya. Seperti kewajiban memandikannya, mengkafani, menyolati dan menguburkannya. Umat Islam melangsungkan takziyah, keluarganya melunasi hutangnya, dan seterusnya.
Tidak ada fase hidup manusia, kecuali di setiap masanya ada Islam memberi taujih dan syariatnya. Setiap fase memiliki kelebihan dan kekurangan, ada fungsi yang tidak bisa disamakan. Karenanya Islam begitu memperhatikan syariatnya bagi setiap fase. Tidak ada kewajiban solat bagi balita, diringankan juga puasa bagi yang renta dan seterusnya.
Tidak hanya fase hidup, risalah Islam memberi taujih dalam semua bidang kehidupan manusia. Islam tidak meninggalkan manusia begitu saja tanpa petunjuk dari Allah swt. secara jasad maupun ruh, personal maupun masyarakat, pemikiran atau amalan, diin atau politik, sosial maupun akhlak.
Islam sebagai sebuah aqidah juga menjangkau seluruh aspek manusia. Ia harus berfungsi untuk ruh dan jasad sekaligus. Pandangan kita juga harus mengarah pada kehidupan di dunia sekaligus akhirat. Keyakinan ini juga memberikan ketenangan, tapi ada saatnya harus berperang. Keyakinan ini juga memberi arahan untuk manusia menyampaikan hak untuk dirinya maupun hak untuk sekitarnya.
Artinya tidak boleh manusia menuntut akhirat sepenuhnya, lantas melupakan dunia dan sebaliknya. Sehingga antara ruh dan jasad tidak terintegrasi, terpisah satu sama lain. Tidak boleh kegiatan muslim condong terhadap Islam, sedangkan kegiatan lainnya berlawanan.
Syekh Yusuf al-Qardhawi menyebut, Islam itu tidak seperti yang dikatakan sebagian pengikut al-Masih. Dimana kehidupannya dibagi menjadi dua; separuh hidupnya untuk agama dalam lingkup gereja, separuh lainnya untuk dunia yang diatur negara. Sedangkan sangat bertolak belakang dengan pernyataan tersebut.
Justru Islam menolak pembagian seperti itu dalam hidup, itu tertolak dengan dua hal: Pertama, Islam meletakan alam dunia dan segala penciptaan ini berada dalam naungan Maha Raja Allh swt. Bukan oleh kekuasaan tertentu atau kehebatan raja manapun. Sehingga kekuasaan mana dan siapapun harus tunduk terhadap risalah-Nya.
“Ingatlah milik Allah meliputi siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi..” (Yunus : 66)
“Milik-Nyalah apa yang ada di langit, apa yang ada di bumi, apa yang ada di antara keduanya, dan apa yang ada di bawah tanah” (Thaha : 6)
Maka dalam aqidah Islam bukan pilihan bagi kita menjalani hidup dalam titah kekuasaan manapun. Mungkin kita menjalani tugas kekuasaan atas perintah Allah juga, tapi tidak jika –separuh- jasad untuk kekuasaan manusia dan hati untuk Allah swt.
Kedua, Islam adalah satu rumpun atau gumpalan yang tidak terpisahkan, tidak menerima pembagian dan pemisahan. Dalam kenyataan Islam tidak bisa memisahkan agama dari negara, akhlak dari kegiatan ekonomi, pribadi dari keluarga dan keluarga dari masyarakat. Semuanya menyatu utuh menjadi satu kesatuan yaitu Islam.