Penapembaharu.com- Kairo- Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam kehidupan bernegara, dalam beberapa kesempatan biasanya hal itu dimanifestasikan dalam bentuk protes. September lalu, pemerintahan represif Jenderal Abdel Fattah el Sisi yang menjadi presiden juga menghadapi protes besar- besaran.
Munculnya protes tiba-tiba telah menjadi sesuatu yang biasa di Mesir meskipun ada tindakan represif yang diambil oleh rezim otokratis yang dipimpin militer, yang menekan para pembangkang.
Melalui penangkapan, yang mana itu adalah taktik umum yang biasa digunakan oleh pemerintah yang represif untuk mencegah gerakan sosial, rezim Sisi telah mengumpulkan ratusan orang di kantor polisi dan penjara, hanya untuk memberangus suara-suara kritis di lapangan dan mencegah orang berpartisipasi dalam demonstrasi.
Tapi pendekatan tangan besi Sisi nyatanya telah gagal memadamkan amarah rakyat yang membara. Negara ini saat ini sedang dicengkeram oleh protes, meskipun UEA, AS, dan organisasi internasional utama cendrung tidak menghiraukan, dan tetap menghindari berbicara untuk menentang rezim diktator yang mereka aktifkan di salah satu negara paling penting di Timur Tengah itu.
“Di luar ideologi atau motif revolusioner apa pun, orang-orang memprotes kehidupan dan kepentingan pribadi mereka untuk melindungi keluarga mereka dan bertahan hidup di bawah tekanan kebutuhan dasar kehidupan sehari-hari,” kata Hamza Zawba, mantan juru bicara Partai Kebebasan dan Keadilan, yang menyelenggarakan acara untuk Mekameleen TV, sebuah organisasi media yang diluncurkan oleh orang-orang buangan Mesir di Istanbul.
Akibatnya, pemerintah Mesir diperingatkan untuk mencari tahu kekuatan politik seperti apa yang berada di balik protes yang sedang berlangsung, menurut Zawba.
Di masa lalu, pasukan keamanan Mesir telah menangkap orang-orang yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin untuk meredam protes.
Tapi sekarang mereka tampaknya tidak memiliki petunjuk tentang akar dari protes yang sedang berlangsung. Mereka tersebar luas dan tidak dapat diprediksi, dan pasukan keamanan telah menangkap orang-orang dari kelompok dan latar belakang politik yang berbeda, kata Zawba.
Di antara penangkapan baru-baru ini terjadi adalah yang menimpa banyak kaum intelektual dan tokoh politik sayap kiri.
“Ada lebih dari 1.000 penahanan … dan ada tindakan yang masif [untuk] menangkap intelektual, mahasiswa, warga negara – semua untuk mencegah protes yang lebih besar,” kata William Lawrence, mantan diplomat AS dan seorang profesor ilmu politik dan urusan internasional di American University.
“Kemarahan orang-orang dan protes terus menerus mereka terhadap rezim lebih berbahaya daripada Ikhwanul Muslimin atau kekuatan revolusioner lainnya untuk rezim Sisi,” kata Zawba.
“Saya pikir saat ini rezim memainkan permainan ‘tunggu dan lihat’, mencoba mencari tahu siapa di balik protes,” kata Zawba kepada TRT World.
Jika Zawba dan pakar lain benar tentang dugaannya mengenai protes saat ini, itu bisa menjadi sinyal yang amat mengganggu bagi Kairo, karena itu dapat berubah menjadi pertunjukan ketidakpuasan besar-besaran Mesir terhadap pemerintahan rezim Sisi.
“Bahkan anak-anak berdemonstrasi. Polisi menangkap puluhan remaja di bawah usia 15 tahun. Itu menunjukkan di mana tingkat kemarahan rakyat telah mencapai di negara ini,” Zawba mengenang.
Memperluas Kemarahan Mesir terhadap Sisi
Setelah tujuh tahun di bawah tangan besi rezim Sisi menyusul kudeta brutal, yang menggulingkan presiden dan pemerintah pertama yang terpilih secara demokratis di negara itu, tampaknya tidak ada yang berjalan baik bagi rakyat biasa Mesir.
Hampir sepertiga penduduk Mesir hidup di bawah garis kemiskinan, menurut data yang berbeda.
Zawba, nyatanya, menganggap data resmi terlalu baik dalam perkiraan itu.
“Saya menerima pesan marah setiap hari dari Mesir,” kata Zawba.
“Orang-orang sudah muak [dengan keadaan Mesir saat ini]. Mereka tidak sedang memprotes ideologi tertentu. Mereka tidak turun ke jalan untuk mendukung Mohammed Morsi atau Ikhwanul Muslimin,” kata Zawba- merujuk pada situasi ekonomi Mesir yang memburuk, serta korupsi yang meluas di seluruh lembaga negara sebagai alasan utama protes terbaru.
Protes saat ini tampaknya dipicu oleh Mohammed Ali, seorang aktor dan pengusaha Mesir yang pernah menjadi kontraktor pemerintah. Dia kemudian meninggalkan Mesir, dengan alasan perbedaan pendapat dengan pemerintah Sisi.
Tahun lalu, pada akhir September, setelah Ali menyerukan protes luas terhadap pemerintah Sisi, ribuan pengunjuk rasa muncul di beberapa kota besar Mesir, meneriakkan menentang rezim militer dan menuntut diakhirinya pemerintahan Sisi.
*TRTWorld