Manusia dalam pandangan Islam adalah makhluk yang sempurna, makhluk mulia. Allah swt telah memuliakan dan memberi keutamaan lebih dari pada makhluk lainnya. Syekh Yusuf Qardhawi menjabarkan bagaimana Islam mendudukan manusia pada tempat yang lebih dari pada makhluk lainnya.
1. Menjadi Khalifah di Muka Bumi
Sejak awal manusia lahir di muka bumi ia diamanahi untuk menjadi khalifah. Bahkan hal ini diperbincangkan oleh kalangan malaikat dengan Allah swt. Allah berikan ilmu dan akal kepada manusia, agar kita berpikir untuk selalu menjaga bumi, memanfaatkannya untuk kesejahteraan umat manusia.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (QS Al-Baqarah : 30)
2. Diciptakan dalam Bentuk yang Sempurna
Islam telah mengutarakan bagaimana Allah swt memuliakan manusia dengan (menciptakan) gambaran yang sangat indah dan ciptaan yang indah pula. Mulai dari untaian rambut yang melambai, kedipan mata yang menawan, tangan yang menopang tugas berat dan kaki yang menggerakan tubuh, semua itu digunakan untuk memenuhi tugas sebagai khalifah di muka bumi.
Seperti firman-Nya, “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS Al-Bayyinah : 4)
Bahkan Rasulullah saw sering mengulang doa saat bertemua ayat sajdah, “Telah sujud wajhku kepada Dzat yang menciptakannya, yang menancapkan pendengaran dan penglihatan dengan daya dan kekuatannya. Mahasuci Allah sebaik-sebaik Pencipta.”
3. Menjadikan Alam Berkhidmat pada Manusia
Betapa tingginya derajat manusia hingga seluruh alam Allah swt perintahkan untuk menjadi maslahat untuk penduduk bumi. Allah perintahkan langit, bumi, matahari, bulan, bintang, malam dan siang, air dan tanah, laut dan sungai, tanaman dan hewan, seluruhnya diarahkan agar memberi manfaat bagi manusia dan member kebahagiaan bagi manusia.
Perhatikan firman-Nya surah Ibrahim : 32-34, “Allah yang menciptakan langit dan bumi tanpa contoh sebelumnya. Allah menurunkan hujan dari langit, lalu dengan hujan tersebut Allah mengeluarkan berbagai macam buah-buahan sebagai rezeki bagi kalian wahai manusia. Allah menundukkan bahtera-bahtera yang berjalan di atas air sesuai dengan pengaturan-Nya. Allah menundukkan sungai-sungai agar kalian bisa minum darinya dan memberi minum hewan dan ladang kalian.”
“Allah menundukkan matahari dan rembulan, keduanya beredar secara terus menerus, Allah menundukkan siang dan malam bagi kalian, malam untuk tidur dan istirahat dan siang untuk aktifitas dan kehidupan kalian.”
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”
4. Menutup Mediasi (Perantara) antara Manusia dengan Allah swt
Seperti yang kita ketahui, bagaimana orang-orang yang meyakini al-Masih sebagai Tuhannya dalam sejarah yang banyak tersebar, mereka mempercayai seorang (manusia) perantara untuk menyampaikan pesan kepada Tuhannya. Entah itu berupa ampunan, permohonan atau harapan yang ingin disampaikan. Segala hal yang berkaitan dengan Tuhan yang disembahnya akan sampai jika melalui perantara yang mereka yakini.
Sedangkan bagi seorang muslim itu soal lain. Dalam ayat al-Quran al-Karim disebutkan bahwa hubungan antara hamba dengan Tuhannya (Allah swt) sangat terbuka lebar dan tidak ada pembatas kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun. Tidak ada perantara yang diperlukan antar keduanya, karena dalam Islam tidak ada hijab antara manusia dengan Allah swt.
Firman-Nya, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al-Baqarah : 186)
Begitulah cara Allah swt memuliakan manusia, tidak ada jarak hingga manusia membutuhkan perantara yang manusia sendiri membayar kepadanya. Manusia tidak membutuhkan dukun dan sebangsanya seolah hanya melaluinya saja Allah swt akan mendengar. Dengan begitu kita bisa memohon, meminta kepada Allah swt kapanpun, dimanapun, sulit maupun senang.
5. Membebaskan Manusia dari Keyakinan (Salah) yang Diwariskan Kepadanya
Kemuliaan manusia dalam Islam lainnya adalah ia terbebas dari kesalahan yang diwariskan kepadanya. Tidak seperti keyakinan penganut al-Masih yang menyimpulkan kesalahan Adam as –memakan buah dari pohon terlarang- menjadi tanggungjawab anak-cucunya laki-laki maupun perempuan. Sehingga setiap manusia yang dilahirkan terdapat dosa dalam dirinya atas dosa leluhurnya.
Islam menutup pemahaman seperti ini, dan ditegaskan dalam hadits, “Setiap (manusia) yang terlahir, ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci, bersih)” (HR. Bukhari).
Ketentuan dalam Islam sudah tetap sejak awal, bahwa manusia bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya. Maka tidak bisa dosa leluhur atau dosa orang lain menjadi tanggungjawab anak-cucunya. Apalagi dosa Adam as ditanggung setiap cucu-cicitnya, padahal al-Quran menyebutkan dosa Adam as telah disucikan dengan taubat, kemudian Allah swt memberinya petunjuk.
Referensi
- Al-Khashaish al-‘Aamah Lil Islam, Syekh Dr Yusuf al-Qardhawi