Sekularisasi tidak bisa dipisahkan dari fakta kehidupan dalam dunia Kristen. Pangkal dari sekularisme adalah keyakinan bahwa masyarakat itu semata-mata menggunakan akal pikirannya untuk mengatur masyarakat dunia. Pikiran dan akal dianggap cukup mengobati kesulitan hidup dengn tidak memerlukan dasar-dasar keyakinan beragama. Beralihnya kehidupan Barat menjadi sekular dan liberal tidak bisa dilepaskan dari pahitnya hidup mereka dalam berKristen kala itu. Hubungan antara sekularisasi dan kristenisasi tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dari sanalah babak baru kehidupan Barat dimulai
Sekularisme bisa kita sebut sebagai ajaran historis yang lahir berkat banyak faktor. Mulai dari trauma sejarah pada abad pertengahan yang berhubungan dengan dominasi agama Kristen, sampai ketidakmampuan Kristen dan Gereja mengelola kesejahteraan masyarakat saat berkuasa hingga ranah politik. Banyak teori mengungkapkan bahwa sekularisme muncul setelah Revolusi Perancis pada abad 17, yang di dalamnya ada pergulatan antara Gereja dengan kekuasaan politik dan para ahli agama dengan ahli pikir. Propaganda tentang takhayul, mitos, agama dan ilmu pengetahuan bisa jadi termasuk di dalamnya.
Dalam buku “Wajah Peradaban Barat” pada bagian “Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal?” DR. Adian Husaini menuliskan setidaknya ada 3 faktor penting yang menjadi latar belakang, mengapa Barat memilih jalan hidup sekular dan liberal. Lalu kemudian mereka menyampaikan cara pandang dan nilai-nilainya ke seluruh dunia, termasuk dunia Islam. Ketiga problem itu saling berhubungan sampai akhirnya melahirkan rasa trauma terhadap agama dan menjadikan sikap berpikir sekular-liberal dalam sejarah tradisi pemikiran Barat modern.
Pertama, Problem Sejarah Kristen
Zaman itu dimulai ketika imperium Romawi Barat runtuh oada 476 dan mulai munculnya Gereja Kristen sebagai institusi dominan dan berkuasa dalam masyarakat Kristen Barat sampai dengan masuknya zaman Renaissance sekitar abad ke 14. Di zaman hegemoni kekuasaan Gereja inilah lahir sebuah institusi yang terkenal kejahatan dan kekejamannya yang dikenal sebagai “INQUISISI”. Prolemnya, dalam melakukan berbagai bentuk kekejaman itu, Gereja bertindak sebagai wakil Tuhan yang suci dan mengatasnamakan Tuhan. Oleh karena itu, kesalahan yang dilakukan oleh Gereja itu berimbas pada masyarakat yang jera mendengar Gereja atau apapun yang mengatasnamakan agama saat menduduki kursi kekuasaan.
Para tokoh agama yang istimewa di mata penguasa dalam melakukan penindasan membuat masyarakat Barat memiliki dendam yang amat Berat. Dan itu menentukan sikap Barat dalam memandang agama. Trauma inilah yang kemudian melahirkan paham sekularisme dalam politik, yakni memisahkan antara agama dengan politik. Agama harus dipisahkan dari negara, trauma akutnya ada pada “politisasi agama”.
Kedua, Problem Teks Bible
Berbeda dengan al-Quran, Bible mengalami problem perihal teksnya. Teks al-Quran tidak pernah mengalami perubahan atau terbitan baru seperti Bible yang selalu ada edisi-edisi berbeda setiap zamannya. Allah menjamin keutuhan al-Quran hingga akhir zaman, sedangkan Bible sangat diragukan untuk menemukan dokumennya yang original, adapun kitab yang ada sekarang itu beragam dan berbesa satu sama lainnya. Problem ini tidak hanya menjadi keraguan masyarakat Barat terhadap keyakinan agamanya. Karena dari kalangan penafsir Bible pun akan dibingungkan dengan beragamnya Bible yang menjadi sumber agama Kristen.
Ketiga, Problem Teologi Kristen
Perdebatan Panjang tentang teologi Kriten terutama fakta dan posisi ketuhanan Yesus telah menjadi perdebatan di kalangan Kristen sendiri hingga sekarang. Karena Gereja berkuasa, doktrin teologi Kristen tidak untuk dibantah oleh siapapun. Faktor ini bisa jadi yang membuat para ilmuwan dan ahli pikir berlawanan dengan penguasa. Karena mereka dipaksa untuk tunduk terhadap doktrin teologi yang mereka sendiri sulit memahaminya, maka tentu muncul bentrok pemikiran. Sehingga siapapun yang tidak sepakat dengan doktrin resmi Gereja akan dicap sebagai pembangkang, mereka pun akan dibasmi.
Oleh karena itu, dari ketiga faktor “Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal?” yang DR. Adian Husaini tulis telah membantah bagi seorang muslim untuk menjadi sekular. Secara historis sekularisme tidak perlu ada jika Islam dijadikan pandangan hidup yang utuh dan nilai-nilai diterapkan dalam kehidupan. Islam memiliki sejarah yang gemilang saat agama berkuasa kala itu, tidak ada kekerasan sekalipun paksaan untuk memeluk agamanya.
Teks al-Quran juga tidak pernah bermasalah, karena al-Quran tidak pernah ada proses editing pasca Rasulullah meninggal. Semua muslim di semua negara membacanya dengan bahasa Arab. Hingga perihal ketuhanan dalam Islam tidak perlu diperdebatkan karena memenuhi logika manusia. Sehingga sekularisme tidak mungkin dipaksakan ke dalam dunia Islam. Islam seutuhnya sudah mampu menaungi hidup manusia tanpa perlu menjauhkannya dari kehidupan manusia dalam konteks bersosial, ekonomi hingga politik.
Wallahu a’lam bisshowab.