Bulan Dzulhijjah disebut juga dengan bulan haji, bulan dimana seluruh kaum muslimin berkumpul di Mekkah untuk melaksanakan rukun Islam yang ke lima. Namun tahun ini pemandangan itu tidak kita nikmati, semua orang lebih banyak menahan diri di rumah masing. Arab Saudi membatasi pagelaran ibadah haji, demi mengurangi penyebaran virus Corona yang menjadi pandemi.
Namun ibadah lainnya yang identik dengan Dzulhijjah masih mungkin kita laksanakan, seperti ibadah kurban. Ibadah ini termasuk ibadah yang Rasulullah saw mewajibkan kepada dirinya, tapi sunnah bagi umatnya.
Anjuran ibadah ini tidak sembarangan, Rasulullah saw sampai menyindir seorang muslim yang punya kelapangan harta tapi tidak berkorban. Beliau bersabda, “Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganah mendekati tempat solat kami”. Selain itu terdapat keutamaan yang melimpah dan mendekatkan kita pada surga-Nya.
Terlampaui banyak makna di balik perintah berquran, kita baru melihat bagaimana darah mengalir dari leher hewan kurban dan kita menikmati daging segarnya. Di sisi lain, tersirat nilai-nilai kehidupan pada sosok Ibrahim as dan Ismail as hingga dijadikannya syariat kurban.
Kisah ini terangkum dalam al-Quran surat Ash-Shafat dimulai dari ayat 99. Dari kedua istrinya bapaknya para nabi belum juga dikaruniai anak. Melihat usia yang semakin menua, sulit dipercaya jika Ibrahim as akan memiliki anak. Namun doanya yang fenomenal telah mengetuk pintu kasih sayang Allah swt. “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih”.
Dalam tafsir disebutkan bahwa Ibrahim as akan pergi hijrah lalu beruzlah (mengasingkan diri) untuk beribadah mendekatkan diri pada Allah swt. Ada niat, usaha dan hati yang diserahkan untuk mengharap sebuah tujuan yang mulia. Ibrahim as memohon seorang anak yang soleh dan sabar untuk menguatkan agama Allah swt.
Kala itu tak ada manusia paling bahagia di jagat raya melainkan Ibrahim as yang mendapat kabar gembira tentang kelahiran seorang anak yang sangat sabar bernama Ismail as. Allah swt berfirman, “Maka kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sabar”. Dalam al-Qurtuby, Ismail as kelak menjadi seorang yang soleh saat semakin dewasa. Ini merupakan janji dan kuasa yang Allah swt janjikan, karena saat anak kecil tidak disifati seperti itu.
Kesabaran macam apa yang ada dalam hati Ibrahim as. Menunggu sekian lama memiliki seorang anak, namun tetap kokoh melaksanakan tugasnya. Api yang membakarnya tidak ia hiraukan, melainkan hanya memandang di hadapannya surga. Sehingga layaklah Allah swt karuniai Ibrahim as dengan seorang anak yang sabar.
Definisi kesabaran tanpa batas ada pada nabi bergelar khalilullah ini. Saat menjadi nabi harus berhadapan dengan ayahnya sendiri (Azar) sebagai pengukir berhala. Selanjutnya berhadapan dengan Raja Namrud yang membakarnya hidup-hidup. Puluhan tahun hidup bersama Siti Sarah dilaluinya dengan sepi tanpa seorang anak. Siti Sarah harus merelakan dirinya membagi cinta Ibrahim as dengan Siti Hajar.
Di balik perintah Allah swt kepada Ibrahim as untuk menyembelih Ismail as, ternyata ada ujian-ujian yang telah dilaluinya dengan kesabaran. Kemuliaannya memuncak saat perintah tersebut muncul dalam mimpinya, ujian semakin berat harus ia hadapi. Begitulah Allah swt memuliakan hamba-Nya dengan ujian, semakin berat ujiannya semakin tinggi kedudukannya.