Keberhasilan Erdogan mengembalikan fungsi mesjid Aya Sofia sebagai mesjid setelah lama menjadi museum sejarah adalah sebuah prestasi besar. Dobrakan ini menunjukkan kemenangan nyata Islamis Turki melawan hegemoni kaum sekuler yang telah lama mencengkram pemerintahan Turki.
Mesjid Aya Sofia yang dulu baru bisa dimasuki setelah membayar karcis wisata, sekarang bisa dimasuki hanya dengan berwudlu. Sejarah yang dulu mati dan berbentuk puing kini kembali hidup dan memberikan energi positif bagi umat Islam. Bagaimana tidak, mesjid ini adalah simbol kejayaan Islam melawan kedigdayaan Konstantinopel dan Bizantium yang telah berlangsung sejak zaman Nabi Saw.
Jangan bandingkan antara apa yang dilakukan Umar di Al-Quds dengan apa yang dilakukan Muhammad Al-Fatih terhadap gereja Aya Sofia. Gereja Aya Sofia pada zamannya adalah gereja terbesar di dunia. Ia bukan sekadar gereja tempat ibadah sebagaimana halnya yang terdapat di Al-Quds, tapi ia merupakan simbol kepemimpinan dan puncak kekuatan Negara Bizantium.
Al-Quds dimasuki dengan jalan damai sehingga dibuatlah berbagai kesepakatan. Sedangkan Konstantinopel dimasuki dengan jalan perang. Daerah yang dimasuki dengan perang menjadi milik kaum muslimin.
Jumlah gereja yang dirubah menjadi mesjid tidaklah seberapa jika dibandingkan pemusnahan semua mesjid Andalusia ketika jatuh ke tangan Kristen. Jumlah gereja di Konstantinopel sangat banyak dan berlebih sedangkan umat Islam tidak memiliki tempat ibadah.
Kebebasan dan kemuliaan yang dirasakan oleh Kristen Ortodoks, pemilik sebenarnya gereja Aya Sofia, jauh lebih baik jika dibandingkan dengan apa yang mereka rasakan di bawah pemerintahan Kristen Katolik. Pemerintahan Katolik sebelumnya telah merebut paksa Aya Sofia dan merubahnya menjadi gereja Katolik. Tidak ada tertulis dalam sejarah hujatan atau ketidakrelaan umat Kristen Ortodoks terhadap Muhammad Al-Fatih setelah gereja mereka dirubah menjadi mesjid. Sebab gereja itu sudah lama tidak menjadi milik mereka setelah direbut oleh pemerintahan Katolik.
Anehnya sekarang ini banyak juga yang menghujat Erdogan karena merubah museum menjadi mesjid. Padahal yang merubah gereja menjadi mesjid adalah Muhammad Al-Fatih. Erdogan hanya mengembalikan fungsinya menjadi mesjid. Namun mereka tidak berani menghujat Al-Fatih sebab hal itu hanya membuat kemunafikan mereka terpampang dengan jelas di bawah cahaya yang terang benderang.