Siapa yang tidak mengetahui Perang Uhud? Kisah Perang Uhud telah termaktub dalam berbagai buku sejarah dan risalahnya tersampai melalui mimbar-mimbar Para Sahabat hingga kursi-kursi para Ulama hari ini. Perang ini hampir memiliki segalanya; Syura kaum muslimin, Pengkhianatan orang-orang munafik, kepahlawanan para sahabat, kabar kematian Nabi, ketidaktaatan yang berhujung pada bencana, hingga Hamra’ul Asad yang menjadi saksi keteguhan iman para sahabat dalam menghadapi ujian yang bertubi.
Perang ini memang berakhir dengan kesedihan yang mendalam bagi kaum muslimin dengan sayhudnya 70 sahabat-sahabat utama seperti Hamzah bin Abdul Mutthalib, Mush’ab bin Umair, dan masih banyak sahabat lainnya. Namun bagi seorang mukmin, peristiwa-peristiwa sejarah adalah salah satu cara Allah untuk menyampaikan pentunjuk-Nya,
اِنْ يَّمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهٗ ۗوَتِلْكَ الْاَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِۚ وَلِيَعْلَمَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاۤءَ ۗوَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَۙ(140) وَلِيُمَحِّصَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَيَمْحَقَ الْكٰفِرِيْنَ(141)
“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang kafir.” (Qs. Ali-Imran 140-141)
Pengkhianatan orang-orang munafik
Sejak awal, Abdullah bin Ubay, sang pemimpin kaum munafik ini memang tidak mau berperang mempertaruhkan nyawanya. Di saat para sahabat merindukan syahid di medan perang, Abdullah bin Ubay menggunakan perkataan Rasulullah ﷺ untuk menjustifikasi keinginannya untuk tetap di balik tembok-tembok rumahnya. Kemunafikan Abdullah dan teman-temannya kemudian muncul di tengah mobilisasi pasukan kaum muslimin menuju bukit Uhud. 300 orang yang dipimpin oleh Abdullah itu kemudian membelot dan kembali ke Madinah. Maka, jumlah pasukan kaum muslimin yang semula berjumlah 1000, harus berkurang menjadi 700 pasukan untuk menghadapi 3000 pasukan Quraisy.
Terkait dengan peristiwa ini, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَلِيَعْلَمَ الَّذِيْنَ نَافَقُوْا ۖوَقِيْلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَوِ ادْفَعُوْا ۗ قَالُوْا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالًا لَّاتَّبَعْنٰكُمْ ۗ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَىِٕذٍ اَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلْاِيْمَانِ ۚ يَقُوْلُوْنَ بِاَفْوَاهِهِمْ مَّا لَيْسَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ ۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُوْنَۚ
“Dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka dikatakan, “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu).” Mereka berkata, “Sekiranya kami mengetahui (bagaimana cara) berperang, tentulah kami mengikuti kamu.” Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak sesuai dengan isi hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” (Qs. Ali Imran: 167)
Ibnu Hajar mengomentari tentang masalah ini, “Hikmah dari cobaan ini, jika para rasul terus menerus mendapat kemenangan, maka orang-orang yang sebenarnya tidak termasuk golongan mereka juga ikut bergabung, sehingga sulit membedakan mana orang yang baik dari mana yang tidak baik. Sebaliknya, jika mereka terus menerus kalah, maka tujuan pengutusan mereka (para rasul) tidak akan tersampai. Hikmahnya akan tampak jika sesekali menang dan sesekali kalah, agar orang yang membenarkan dapat dibedakan dari orang yang mendustakan. Sebab kemunafikan orang-orang munafik benar-benar tersamar dari kaum muslimin.”
Selain itu, Ibnu Hajar menambahkan, “Kemenangan yang tertunda seringkali meremukkan jiwa dan meluluhkan kehebatan yang dirasakan. Namun orang-orang mukmin tetap bersabar, sementara orang-orang munafik menjadi risau”. Demikianlah Allah membersihkan barisan kaum muslimin dari duri-duri dalam tubuhnya. Sejarah kelak mencatat, cobaan demi cobaan yang datang menimpa kaum muslimin memang menyingkap hakikat para munafik yang selama ini bersembunyi dalam tubuh kaum muslimin. Tapi lebih dari itu, marilah bertanya, dalam ujian-ujian yang menimpa umat ini, apakah kita termasuk orang-orang yang bersabar selayaknya orang-orang yang beriman, atau justru malah risau seperti para munafik? Hanya Allah tempat kita memohon.
Kepahlawanan Para Sahabat
Setelah berhasil memukul mundur pasukan kafir Quraisy, 40 dari 50 orang kelompok pemanah yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair pergi meninggalkan posnya. Padahal, sebelumnya Rasulullah telah mengingatkan dengan keras agar mereka tidak meninggalkan pos mereka apapun yang terjadi pada kaum muslimin. Setelah kejadian ini, pasukan kafir Quraisy berhasil memutarbalikkan keadaan dan memojokkan kaum muslimin. Dalam kondisi sulit ini, munculah kisah-kisah kepahlawanan para sahabat yang memancar.
“Hari ini adalah harinya Thalhah”, ucap sang Siddiq Abu Bakr, mengomentari kegigihan Thalhah membela Rasulullah di tengah kondisi yang mengkhawatirkan dalam salah satu episode perang Uhud. Bukan hanya Thalhah, Abu Dujanah pun mencatatkan namanya dalam sejarah dengan kisah heroiknya menembus barisan musuh dengan pedang pemberian Rasulullah. Belum lagi kisah Hanzhalah bin Abu Amir yang dengan segera melepaskan cengkrama sang istri saat panggilan jihad datang dan syahid di tengah medan perang tanpa sebelumnya melaksanakan mandi junub. Setelah syahid, Rasulullah ﷺ mengabarkan pada para sahabat bahwa Malaikat sedang memandikannya.
Kita juga teringat dengan keberanian para sahabiyah di Perang Uhud. Adalah Ummu ‘Imaroh, Nusaibah binti Ka’b, seorang sahabiyah yang membela Rasulullah di sisinya hingga tertoreh dua belas luka di sekujur tubuhnya. Lalu terkisah juga Sang Ummul Mu’minin, Aisyah bersama dengan Ummu Sulaim, yang tanpa henti menyediakan kebutuhan para mujahidin dan mengobati luka-luka mereka. Sejarah juga mencatat perkataan Ummu Aiman, sahabiyah mulia, “Ambil alat penggiling ini, dan berikan pedangmu!” saat ia melihat mujahidin yang mundur dari medan perang. Begitulah kepahlawanan para sahabat terpancar dari bukit uhud hari itu, nama-nama pahlawan yang gugur itu kelak tercatat dalam daftar suci para Syuhada, Radhiyallahu ‘anhum.
Kabar Kematian Nabi dan Keteguhan Orang-orang Beriman
Salah satu episode Perang Uhud yang cukup menyita perhatian adalah munculnya kabar kematian Rasulullah ﷺ. Adalah Ibnu Qamiah, seorang pasukan Quraisy yang bergegas memberi tau orang-orang bahwa ia telah membunuh sang Nabi, “Muhammad telah terbunuh!”, pekiknya memenuhi bukit uhud dan menyambar hati orang-orang beriman. Padahal sejatinya Ibnu Qamiah membunuh Mush’ab bin Umair, sang pembawa bendera, sahabat mulia Rasulullah. Pekikan itu cukup memengaruhi jiwa kaum muslimin, bagaimana tidak, Rasulullah sang pembawa risalah telah wafat, maka apalagi yang tersisa?
Di tengah keputusasaan yang mulai bermunculan dengan berita wafatnya Rasulullah ﷺ, munculah sosok Anas bin An-Nadhr, seperti yang dikutip dalam Ar-Rahiqul Makhtum, yang setelah mendengar kabar itu kemudian berkata, “Apa yang kalian perbuat dengan kehidupan sepeninggalnya? Bangkitlah dan matilah seperti matinya Rasulullah,” Kemudian Anas melanjutkan, “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta ampunan kepada-Mu dari apa yang mereka (orang-orang muslim) lakukan, dan aku berlindung kepada-Mu dari apa yang mereka (orang-orang musyrik) lakukan.”
Selain itu, muncul juga sosok Tsabit bin Ad-Dahdah berseru pada kaumnya, “Wahai orang-orang Anshar, kalau pun Muhammad benar-benar terbunuh, Allah hidup dan tak akan mati. Berperanglah atas nama agama kalian, karena Allah akan memenangkan dan menolong kalian!”. Dengan seruan-seruan itu, kaum muslimin mulai bangkit dan memberikan perlawanan kembali. Keteguhan yang ditunjukkan Anas dan Tsabit memperkuat resolusi mereka sekali lagi; bahwa mereka berjuang untuk Allah!
Peristiwa ini kemudian dikomentari oleh Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, “Salah satu penyebab jatuhnya kaum muslimin dalam ujian-ujian pada hari Uhud adalah karena mereka mengaitkan keimanan mereka, aqidah mereka, dakwah mereka pada Allah untuk meninggikan kalimat Allah dengan kepribadian Rasulullah ﷺ. Maka ini adalah pengaitan antara keimanan kepada Allah, Rabb satu-satunya yang disembah dengan fananya jasad sang Rasulullah ﷺ (di Dunia)” Maka peristiwa uhud mengajarkan pada kita, bahwa agama ini seutuhnya berorientasi pada manhaj, bukan pada figur-figur. Dengan orientasi inilah, seorang pejuang agama akan terjaga keteguhannya, hingga Allah memisahkan jasad dan ruhnya di dunia.
Terkait dengan hal ini, Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,
وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ
“Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur.” (Qs. Ali Imran: 144)
Perang Hamra’ul Asad dan Cahaya Iman para Sahabat
Usai peperangan Uhud yang menegangkan, kaum muslimin kembali ke Madinah dalam keadaan lelah, sedih, terluka-luka, dan perasaan-perasaan lain yang bercampur aduk menjadi satu. Saat itu, suasana duka menyelimuti Madinah. Namun, sehari kemudian, pada tanggal 8 syawal 3 H, Rasulullah kembali mengumumkan ekspedisi peperangan. Syaikh Syafiurrahman al-Mubarakfuri mengatakan bahwa ekspedisi ini bertujuan untuk benar-benar mengusir pasukan Quraisy yang belum benar-benar meninggalkan kaum muslimin. Dengan begitu Rasulullah ﷺ bersama beberapa sahabat kemudian pergi meninggalkan Madinah dan bermalam di tempat bernama Hamra’ul Asad, sekitar 8 mil dari kota Madinah.
Di tempat inilah muncul Ma’bad bin Abu Ma’bad al-Khuza’i, seorang Quraisy yang memihak beliau ﷺ, meski ada perbedaan pendapat apakah Ma’bad sudah masuk islam atau belum pada saat itu. Setelah itu, Rasulullah ﷺ meminta Ma’bad untuk pergi menemui pasukan Quraisy. Singkat cerita, Ma’bad berhasil meyakinkan Abu Sufyan dan pasukan Quraisy untuk pergi dan pulang ke Makkah. Namun, di tengah perjalanan, Abu Sufyan menitipkan pesan pada Abdil Qais yang hendak pergi ke Madinah.
Begitu Abdil Qais bertemu dengan pasukan kaum muslimin, ia berkata, “Sesungguhnya mereka telah berhimpun untuk menghadapi kalian, maka waspadalah!”. Maka, dalam kondisi serba sulit paska peristiwa Uhud, mari kita perhatikan bagaimana respon orang-orang yang keimanan telah terpatri di dalam dadanya,
يَسْتَبْشِرُوْنَ بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍۗ وَاَنَّ اللّٰهَ لَا يُضِيْعُ اَجْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ ࣖ(171) لَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِلّٰهِ وَالرَّسُوْلِ مِنْۢ بَعْدِ مَآ اَصَابَهُمُ الْقَرْحُ ۖ لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا اَجْرٌ عَظِيْمٌۚ)172) اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ(173
“Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia dari Allah. Dan sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang menaati (perintah) Allah dan Rasul setelah mereka mendapat luka (dalam Perang Uhud). Orang-orang yang berbuat kebajikan dan bertakwa di antara mereka mendapat pahala yang besar. (Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.” (Qs. Ali Imran: 171-173)
Begitulah perang Uhud mengajarkan orang-orang beriman sepanjang sejarah, ujian yang menimpa umat ini justru melahirkan banyak keteladanan dan menumbuhkan semangat juang baru tanpa hentinya. Lebih dari itu, perang Uhud juga mengajarkan tentang hakikat waktu; bahwa hari-hari itu Allah pergilirkan. Selain untuk menguji orang-orang beriman, pergiliran hari-hari ini juga sudah seharusnya menanamkan rasa optimisme bagi kaum muslimin. Bahwa jika hari ini peradaban kita terasa belum membuahkan keteladanan yang cukup untuk umat manusia, maka suatu hari Allah akan pergilirkan bagi umat ini waktu kemenangannya. Hingga Allah jadikan umat ini sekali lagi menjadi soko guru peradaban manusia, melimpahkan rahmat hingga ke seluruh penjuru dunia.
MaasyaAllah.. semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah Subhaanahu wata’ala dari berbagai gangguan yang meruntuhkan keimanan.. Aamiin Yaa Mujiibas Saailiin