- Jaminan Baitul Mal
Dalam sistem negara islami, terdapat sebuah badan yang dikelola negara yang bertugas untuk memungut zakat, dan infaq, wakaf, dan segala pungutan masyarakat, bernama baitul mal. Kini kita mengenal Baitul mal sebagai lembaga yang terpisah dari pengelolaan negara, namun tetap berfungsi sama.
Islam memprioritaskan penggunaan dana yang terkumpul di Baitul mal ini kepada fakir miskin. Al-Sarakhsi menulis dalam kitabnya, “Jika sebagian kaum muslimin membutuhkan pemenuhan kebutuhannya, akan tetapi tidak ada dana dalam pos zakat, dan infaq, maka pemimpin harus memberikannya melalui pos pajak. Dan hal itu dianggap hutang bagi pos zakat dan infaq. Adapun, jika pemimpin membutuhkan dana untuk pemenuhan kebutuhan militer, dan tidak ada dana dalam pos pajak, maka jika pemimpin mengambil dana melalui pos zakat dan infaq, hal itu dianggap hutang bagi pos pajak. Karena zakat dan infaq merupakan hak khusus kaum fakir dan miskin.”
Dari penjelasan ini, kita mesti merefleksikan kembali prioritas pengeluaran negara yang seharusnya.
- Wasilah selain zakat
a. Sistem hidup bertetangga
Islam mengatur hubungan bermasyarakat dan bersosial, termasuk di antaranya bertetangga, dan menjadikan hubungan bertetangga sebagai sarana saling tolong menolong, termasuk dalam hal kesejahteraan.
Terdapat hadis Nabi,
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Bukanlah seorang mukmin, ia yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan, sedangkan ia mengetahuinya.” (HR. Thabrani, dan Baihaqi)
Adapun, siapa yang dimaksud tetangga di sini? Diterangkan di hadis riwayat Abu Daud, “Setiap 40 rumah adalah tetangga.” Sebagian ulama menafsirkan, yang dimaksud adalah 40 rumah dari segala sisinya. Sehingga, jika seseorang memperhatikan syariat, maka tidak akan ada yang membiarkan keluarga di sampingnya hingga 40 rumah kelaparan.
b. Bantuan daging kurban di hari raya idul adha
c. Kafarat dari pelanggaran sumpah yang dilakukan seseorang
Sesuai dengan yang termaktub dalam Al-Maidah:89
“Maka kafarat baginya (orang yang melanggar sumpahnya) adalah memberi makan sepuluh orang miskin sesuai dengan yang biasa ia dan keluarganya makan, atau membebaskan budak”
d. Kafarat dari zihar
Zihar adalah situasi ketika suami mengatakan kepada istrinya, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku sendiri, atau saudari perempuanku”. Maka istrinya diharamkan bagi sang suami, sampai ia menunaikan kafarat (hukumannya); membebaskan budak, atau siapa yang tidak mampu; berpuasa dua bulan berturut-turut, dan yang tidak mampu juga; memberi makan 60 orang miskin.
e. Kafarat orang yang berhubungan suami istri di siang hari ketika bulan Ramadhan. Hukumannya sama dengan zihar.
f. fidyah dari orang tua, orang sakit yang tidak mampu puasa
Fidyah merupakan sesuatu yang harus ditunaikan oleh orang tua, orang sakit yang tidak mampu berpuasa lagi. Sesuai dengan Al-Baqarah:184, “Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya (puasa), maka wajib baginya membayar fidyah; memberi makan seorang miskin….”
Fidyah ini harus ditunaikan setiap hari di bulan Ramadhan.
g. Hadiy
Hadiy merupakan sesuatu yang harus ditunaikan oleh orang yang melakukan sesuatu yang dilarang ketika ihram dalam syariat haji, atau untuk orang yang berhaji tamattu’ (menunaikan umrah duluan, sebelum haji). Hadiy ditunaikan berupa unta, sapi, atau kambing.
h. Hak dari kebun yang baru dipanen
Terdapat ayat dalam surah Al-An’am: 141 yang memerintahkan untuk memberi sedekah dari hasil kebun yang baru dipanen. Para sahabat, seperti Ibnu Umar, menafsirkan bahwa hal ini bukan merupakan bagian dari zakat, melainkan sedekah atas hasil panen semata.
i. Jaminan atas orang fakir dan miskin
Ini merupakan poin yang terpenting. Poin ini merupakan prinsip dasar Islam yang harus tertanam dalam pikiran setiap individu. Bahwa wajib bagi tiap individu untuk saling membantu dan bertanggung jawab atas fakir dan miskin. Terlebih jika pendapatan zakat tidak mampu mencukupi kebutuhan ini. Terdapat banyak sekali dalil mengenai hal ini, di antaranya:
Hadis nabi,
“Sesungguhnya dalam harta itu terdapat hak selain zakat, kemudian Nabi membaca ayat, ‘laisa albirra tuwallu wujuhakum qibalal masyriqi wal maghribi… sampe akhir’”
Maksudnya adalah, pertama, ayat yang dibaca nabi menerangkan tentang rukun dari sebuah kebaikan, yaitu memberi harta kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, dan selainnya, menunaikan salat, dan memberi zakat. Penyebutan “memberi harta kepada anak kerabat, anak yatim, dan orang miskin” di awal, menandakan hal tersebut terpisah dari zakat, dan hal itu terhukumi wajib.
Juga,
“Permisalan seorang muslim dengan muslim lainnya dalam simpati, berkasih saying seperti tubuh yang satu, jika satu bagian tubuh mengaduh kesakitan, maka seluruh anggota tubuh ikut merasa panas dan terjaga.”
Juga terdapat banyak sekali ancaman yang keras bagi orang yang menelantarkan orang miskin, seperti gambaran alasan bagi orang yang disiksa di neraka, “Wa laa yahudhu ‘ala tha’amil miskin”. Yaitu mereka yang tidak menghimbau untuk memberi makan orang miskin.
Demikian merupakan wasilah-wasilah yang Islam ajarkan dalam menyelesaikan urusan kemiskinan. Jika ditarik garis besar dari apa yang telah dirumuskan oleh Syaikh Qardhawi, Islam menekankan kerjasama antara negara, dan individu. Antara sistem, dan kesadaran pribadi. Intisari dari konsep besar ini seharusnya bisa diambil dan diterapkan dalam kehidupan bernegara di jaman sekarang dengan konteks politik, ekonomi, sosial, dan budaya tiap negara tersebut.