Bulan suci Ramadhan tiba, semua orang berlomba dalam kebaikan. Semua menyadari waktu yang tidak lama, sedangkan keutamaannya tidak ada yang menandingi. Inilah kasih sayang Allah swt agar tetap berada pada fitrah manusia. Namun, tidak sedikit yang kembali tenggalam dalam kenikmatan ketika Ramadhan pergi meninggalkan. Puasa selama sebulan berujung tanpa hasil kecuali melaksanakan kewajiban. Padahal bulan ini memiliki tujuan yang agung, sebagaimana firman-Nya menjadikan kita orang bertaqwa.
Melihat Ramadhan sebagai bulan melaksanakan kewajiban saja tentu memberatkan. Sebaliknya, kita bisa memposisikan diri sebagai hamba yang butuh akan amalan kebaikan. Posisi ini melahirkan sudut pandang lain, bahwa sejatinya kita dapat menjadikan ini sebagai momentum persiapan. Dimana sebulan kita ditempa, dilatih, dipersiapkan oleh Allah swt untuk menghadapi sebelas bulan selanjutnya. Hingga akhirnya bertemu lagi bulan yang suci ini, dan terus berulang.
Ibarat berada di sebuah camp militer, kita dilatih dengan ujian yang beragam. Kita akan disiapkan untuk melawan dan bertahan dalam segala kondisi, hingga kita dapat membuat keputusan sendiri apa yang harus dilakukan. Sebulan ini harus benar-benar melatih diri menghadapi bulan-bulan selanjutnya yang ujiannya mungkin lebih berat. Bagi mereka yang mempersiapkannya dengan serius saat momen latihan ini, setidaknya mengurangi kemungkinan hanyut dalam ujian. Sebaliknya, lalai saat latihan akan memberi ruang untuk tenggelam dalam kekhilafan.
Ya, bulan suci Ramadhan adalah sebaik-baiknya tempat berlatih dan menyiapkan diri. Terdapat rekayasa kebaikan sosial, sehingga kita cenderung ringan untuk beramal. Ringan tangan kita untuk berbagi dan mudah hati kita untuk menahan amarah. Bulan ini telah merekayasa hati pendendam menjadi saling memaafkan dan meningkatkan rasa peduli pada sesama. Kebaikan sosial bisa direkayasa, dan itu lebih mudah terjadi di bulan Ramadhan, bulan penuh kebaikan.
Inilah momentum yang terjadi satu bulan dalam setahun. Momen saat berbuat kebaikan begitu mudah. Mungkin diluangkan kesempatan ini dengan dibelenggunya setan seperti disebut dalam hadits. Sehingga kebaikan seakan ringan dilakukan, ditambah faktor pendukung lain, bisa jadi kondisi sekitar atau media sosial yang cukup berpengaruh. Inilah yang bisa kita sebut rekayasa kebaikan sosial. Seperti yang terjadi pada istilah ane, ente, antum, ikhwan dan akhwat yang sebelumnya dianggap aneh, dicemooh, kearab-araban atau so islami. Tapi proses rekayasa budaya merubahnya menjadi awwam di telinga kita sekarang.
Kesempatan itu ibarat burung, ia tak pernah diam bertengger di satu tempat. Begitupun momen ini, tak terasa akan pergi juga. Saat Ramadhan memberi kemudahan untuk beribadah, lakukan dengan maksimal. Hingga tiba pada masa sulit beribadah, kita tetap istiqomah melakukannya. Begitupun saat Ramadhan memberi keluangan untuk memberi, berilah sederma mungkin. Hingga tiba saat sulit memberi, kita memiliki kekuatan hati untuk peduli
Maka, jangan sia-siakan kesempatan terbaik untuk menguatkan persiapan. Apa yang akan kita hadapi tak akan mudah. Ada sebulas bulan lamanya, beragam godaan dan ujian. Bisa jadi kekuatan kita menghadapi itu semua bergantung kepada persiapan selama di bulan Ramadhan. Seperti dalam al-Baqarah ayat 183, salah satu tujuan perintah puasa di bulan Ramadhan ialah agar kita menjadi bertaqwa. Dan siap dengan ujian-ujian yang akan dihadapi bulan-bulan selanjutnya.
Wallahua’lam bisshowab.