Ia bukan seorang Nabi, namun namanya terpampang jelas dalam al-Quran. Dijadikannya salah satu nama surat, urutan ke 31 dalam al-Quran. Siapa sebenarnya Luqman al-Hakim, hingga ia menjadi terpuji dalam kitab suci. Kemuliannya terpancar dalam perilaku, ia seorang ahli hikmah. Memang bukan Nabi dan Rasul, namun petuahnya memberi hikmah bagi umat manusia. Ia adalah teladan agung yang Allah berikan dalam al-Quran berkaitan dengan mendidik anak. Nasihat bijak kepada putranya membuat dirinya diabadikan dalam sebuah surat yang bernama surat Luqman.
Dalam tafsir al-Qurtubi banyak menjelaskan identitas Luqman al-Hakim. Menurut Sa’id bin Musayyab, Luqman adalah seorang hitam dari Sudan-Mesir yang Allah swt memberinya hikmah. Dan Jumhur menyebutkan kalau ia adalah wali tapi bukan nabi. Luqman menjadi role model sebagai manusia mulia karena nasihat bijaknya. Ibn Musayyab mengatakan, “Jangan takut karena berkulit hitam, karena sesungguhnya diantara 3 orang yang mulia adalah hitam berasal dari Sudan, mereka adalah Bilal bin Rabah, Mihja’ (budak yang dibebaskan Umar dan syahid saat Badar) dan Luqman al-Hakim”.[1]
Pendidikan anak tidak dimulai saat memasuki masa sekolah, kelompok bermain apalagi pesantren. Prosesnya dimulai sejak ia lahir ke bumi. Bahkan pendidikan itu dimulai sejak memilih pasangan hidup dan doa memohon keturunan yang baik. Tidak heran jika dikatakan, “Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya”. Sehingga terjadi kerjasama antara kedua orangtua untuksang buah hati. Proyeksi cara mendidik anak dicontohkan oleh Luqman yang tergambar dalam surat Luqman ayat 13-16.
Pertama, mengesakan Allah swt. ajaran pertama yang harus anak terima adalah mengenal Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Pendidikan iman dan tauhid harus selalu diterapkan kepada anak, bahwa tiada ilah selain Allah. Anak harus memahami siapa yang menciptakannya, siapa pemiliki jiwa raganya, dan kemana ia akan kembali. Mengenal Allah swt kunci kemimatan bagi seorang muslim. mengenal Allah swt adalah langkah awal menjadi manusia bertakwa. Sebab itu para ahli hikmah mengatakan, “Puncak sekalian hikmah adalah takut kepada Allah swt”.
Setelah mengenal Allah swt, ajarkan kepada sang buah hati untuk tidak menyekutukan-Nya. Percaya dan yakin bahwa, tiada yang memberi petunjuk, pertolongan, layak disembah kecuali Allah swt. Penekanan ini bukan hal yang mudah. Tidak mudah meyakinkan anak kecuali memualinya sejak dini. Ajarkan kepada anak bahwa kehebatan dan kekuatan yang dimilikinya,hanya milik Allah. Adapun kelemahan yang ada dirinya, Allah yang akan melindungi dan menolong. Itu semua ada dalam kuasa-Nya.
Seharusnya, bertambah maju hasil penyelidikan manusia dan berkembang teknologi, bertambah pula orang yang mempersekutukan Tuhan itu meninggalkan tuhan-tuhannya. Kepercayaan bahwa Tuhan itu bersekutu, berdua atau bertiga atau berbilang banyak, kian hilang. Kemajuan teknologi itu sendiri membawa manusia berfikir kepada Kesatuan Kuasa. Tidak mungkin berbilang. Islam menyediakan “dulang” penampung jalan fikiran demikian dengan ajaran Tauhidnya.[2]
[1] Tafsir Al-Qurtubi.
[2] Tafsir Al-Azhar, Prof. Dr. Hamka, hlm. 5566.