Jalan juang dakwah semakin sulit. Tidak hanya hinaan dan cemoohan, kontak fisik pun tidak bisa dihindarkan. Pengikut belum dirasa cukup untu melakukan perlawanan terhadap Quraisy, justru umat Islam di Mekah sangat tertekan. Siksaan demi siksaan harus mereka terima demi mempertahankan kepercayaan. Rasulullah Saw pun ikut merasakan sakit dan sedih yang diterima pengikutnya.
Beban itu terjadi dan semakin berat saat ‘amul huzni menghinggapi. Keberadaan Abu Thalib di samping Rasulullah Saw selama 10 tahun telah membentengi dirinya dari serangan fisik kaum Quraisy. Wafatnya Abu Thalib memberi angin segar bagi Abu Lahab dan pengikutnya. Penindasan dimulai, tanpa ragu, tanpa malu, siapapun yang berani menunjukan keislamannya ia berada dalam ancaman.
Dalam jarak waktu yang tidak terlalu lama Khadijah pun harus pergi menuju keharibaan-Nya. Pundak yang dijadikannya tempat keluh dan kesah, pribadi yang memberikan ketenangan, yang membersamai sulit dan senang sejak awal kenabian, kini telah tiada. Tekanan yang tiada henti-hentinya. Bukan lagi hinaan “tukang sihir”, “orang gila”, “pendusta”, “pengkhianat”, Rasulullah Saw telah menjadi buronan yang dihargai unta-unta bagi siapa saja yang dapat membunuhnya.
Tanpa kenal lelah dan menyerah, sang Nabi terakhir sama sekali tidak memprioritaskan dirinya. Ia berangkan bersama Zaid bin Haritsah menuju Thaif. Hijrah yang dilakukan untuk melindungi agama Islam dan umatnya yang sedang dalam tekanan Quraisy di Mekah. Tujuan mulia itu justru dibalas dengan batu-batu yang menghujam tubuh manusia mulia. Zaid segera melindungi hingga darah mengalir tak bisa ditahan lagi.
Sampailah pada saatnya. Mukjizat yang agung diberikan berupa undangan spesial untuk Muhammad Saw agar dapat naik ke langit, melihat kekuasaan Allah Swt. Sehingga hatinya penuh keyakinan dan bersandar kepada-Nya. Sehingga bertambah kekuatan dalam melawan kekuasaan kaum kuffar yang berkuasa di muka bumi. Sebagaimana yang terjadi pada Nabi Musa as. Dalam perjalanan tersebut Allah Swt tunjukan kekuasaannya sebagai persiapan hijrah dan bekal menghadapi peristiwa besra dalam sejarah manusia.[1]
Undangan Isra Miraj diberikan sebagai bentuk penghormatan dari Allah Swt dan penyegaran semangat dan ketabahannya. Di samping sebagai bukti bahwa apa yang baru dialaminya dalam perjalanan hijrah ke Thaif bukan karena Allah murka atau melepaskannya. Melainkan hanya merupakan sunnatullah yang harus berlaku pada para kekasih-Nya. Sunnah dakwah Islamiyah pada setiap masa dan waktu.[2]
Sedangkan definisi Isra dan Miraj dijelaskan dalam banyak tafsir surah al-Isra ayat 1. Seperti Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar menjelaskan, ayat ini menegaskan bahwa Rasulullah Saw telah diisrakan dan dimi’rajkan dengan kekuasaan Allah Swt. Saat malam ia berada di kediaman Ummi Hani binti Abu Thalib, dalam waktu kurang dari satu malam ia sampai di al-Aqsha, Palestina. Perjalanan biasa dengan kaki atau unta dari Mekah atau Palestina adalah 40 hari.
Logika kita akan mengatakan ini tidak akan pernah terjadi pada masa itu. Namun jika direnungkan ayat tersebut, memang tidak ada yang mustahil bagi Allah Swt yang Maha Suci dan Maha Agung terhadap hamba-Nya yang telah dipilih-Nya. Tidak ada yang mustahil. Kebesaran-Nya yang membelah laut untuk Musa. Kebesaran-Nya menghamilkan Maryam, melahirkan Isa as tanpa sentuhan seorang lelaki. Dan kebesaran-Nya memperjalankan Muhammad Saw ke Masjid al-Aqsha yang jauh di sana dalam satu malam.
Perjalanan ini sangatlah istimewa. Dikisahkan dalam hadits Malik bin Sha’sha’ah bahwa sebelum berangkan dadanya dibelah hatinya dikeluarkan dan dibawakan bak cuci dari emas yang berisikan iman dan hikmah, lalu dicuci dan dikembalikan. Setelah itu diberi hewan tunggangan yang besarnya lebih pendek dari Bighal dan lebih tinggi dari Himar disebutlah itu Buroq. Dan langkahnya sejauh mata memandang.
Al-Aqsha di Palestina menjadi tujuan yang mulia. Yang menunjukan kedudukan al-Aqsha di sisi Allah Swt. Menurut al-Buty hal ini juga merupakan bukti nyata bahwa kaum muslimin di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan melindungi rumah suci (Baitul Maqdis) ini dari keserakahan musuh-musuh Islam. Seolah hikmah Ilahiyah pengingat umat Islam zaman sekarang agar tidak takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang tengah menodai dan merampas rumah suci.
Jika kita renungkan dalam al-Isra ayat 1 pun disebut bahwa Masjid al-Aqsha adalah tempat yang telah diberkati sekelilingnya. Karena di situlah Nabi-nabi dan Rasul-rasul, berpuluh banyaknya, sejak Musa as sampai Daud dan Sulaiman telah menyampaikan wahyu Tuhan. Ke situlah Nabi Muhammad Saw terlebih dahulu dibawa, lalu dipertemukan dengan arwah mereka sebelum beliau dimi’rajkan, diangkat ke langit.
Di dalam ayat pun disebut bahwa Masjid al-Aqsha itu adalah tempat yang telah diberkati sekelilingnya. Karena di situlah Nabi-nabi dan Rasul-rasul, berpuluh banyaknya, sejak Musa a.s. sampai Daud dan Sulaiman telah menyampaikan wahyu Tuhan. Ke situlah Nabi Muhammad s.a.w. terlebih dahulu dibawa, lalu dipertemukan dengan arwah mereka itu sebelum beliau dimi’rajkan, diangkatkan ke langit.[3]
[1] Sirah Nabawiyah, karya Ali Muhammad Ash-Shalabi, 263.
[2] Sirah Nabawiyah, karya M Said Ramadhan Al-Buty, 140.
[3] Tafsir Al-Azhar, Prof. Dr. Hamka, Jilid 6.