PENAPEMBAHARU.COM — Al Marhum Prof. Dr. Muhammad Imarah mulai bersentuhan dengan pemikiran sosialis ketika beliau duduk di bangku kuliah di Daarul Ulum pada tahun 1954 M, bahkan hingga tahun 1959 M beliau ikut melebur dalam aktivitas politik di Mesir.
Kelantangannya dalam membela dan menyuarakan ide-ide Marxist-nya membuatnya harus mendekam dalam jeruji besi selama lima tahun setengah (1959-1965) bersama para aktivis politik beraliran kiri lainnya.
Selama dalam masa tahanan beliau melakukan pembacaan ulang terhadap ide-idenya yang merupaka titik awal beralihnya beliau dari pemikiran kirinya. Namun demikian, tranformasi pemikiran beliau tidak terjadi secara drastis, namun melalui perkembangan secara bertahap.
Pada tahun 60-70-an, ide-ide kiri beliau masih nampak dalam buku-buku yang ditulisnya, terutama dalam buku Silsilatu al ‘Arobu Yastaiqidzun yang terbit pada tahun 1966 dan mampu naik cetak sebanyak empat kali. Silsilah ini terdiri dari tiga jilid: jilid ke-1 berjudul Fajrul Yaqdzoh al Qoumiyah, jilid ke-2 berjudul al ‘Urubah fi al’Ashri al Hadits, dan jilid ke-3 berjudul al Ummah al ‘Arobiyah wa Qodhiyatu al Wihdah.
Dalam ketiga buku ini beliau menerapkan teori-teori Marxist dalam menafsirkan turots Islam sebagai upaya untuk membangun relasi antara pemikiran Islam dan Marxisme, terutama dalam masalah keadilan sosial. Namun setelah perkembangan pemikiran beliau sampai pada kematangannya, beliau menghentikan pencetakan buku silsilah di atas dan mengklarifikasi kembali ide-ide kirinya.
Adapun perkembangan pemikiran beliau bisa kita simpulkan ke dalam tiga poin berikut ini:
1) Berawal dari penguasaan beliau tentang pemikiran dan sejarah gerakan komunisme di Mesir hingga beliau mengetahui bahwa masuknya pemikiran kiri ini ke Mesir dibawa oleh orang-orang Yahudi yang loyal terhadap Zionis. Hal ini membuat beliau bertanya-tanya: Kenapa sikap gerakan Marxisme–saat pertumbuhan negara Israel–menyetujui pembagian wilayah?
2) Kemudian setelah pemikiran beliau sampai pada titik kematangannya, beliau bertanya-tanya: Apakah mungkin bagi seseorang memiliki sikap pemikiran seperti di atas sedangkan ia dibesarkan dengan pemahaman keagamaan yang sudah matang sejak usia dini? Apakah ini merupakan posisinya yang alami? Bersepakat dan berikutserta dalam aktivitas bersama kaum Marxist?
3) Sepanjang tahun 70-an beliau banyak membaca ulang pemikirannya, dengan beralih posisi dari aktivitas politik bersama kaum Marxist kepada perjuangan di medan pemikiran Islam, khususnya tentang manhaj Ishlah yang ada dalam trend pembaharuan keagamaan, seperti Jamaluddin Al Afghoni, Muhammad Abduh dan murid-muridnya.
*Disadur dari buku “Proyek Kebangkitan Kita”, by: Nurfarid