PENAPEMBAHARU.COM — Syekh Ali Abdur Roziq dan Prof. Wael Hallaq adalah dua tokoh sekular Arab yang memiliki kesimpulan yang sama dalam pandangannya tentang Negara Islam. Keduanya mengingkari dan menafikan keberadaan Negara Islam.
Abdur Raziq dalam bukunya yang kontroversial “Al Islam Wa Usulul Hukmi” secara gamblang menyatakan bahwa ajaran Islam tidak pernah mengenal konsep Negara ataupun Khilafah. Dan Muhammad adalah seorang Rasul dan nabi saja, bukan seorang pemimpin Negara.
Adapun Hallaq dalam bukunya yang tak kalah kontroversial “Ad Daulah Al Mustahilah” ia menegaskan bahwa konsep Negara Islam sangat mustahil diterapkan pada masa ini karena dua alasan: pertama, kegagalan model Negara Islam yang pernah diterapkan selama 12 abad yang lalu. Kedua, Kaum Islamis yang menyerukan Negara Islam pada masa ini menjadikan model Negara kebangsaan di masa modern sebagai perangkat Negara yang bisa diterapkan. Bagi seorang penganut post modern, tentunya Hallaq memandang bahwa model negara modern yang dikembangkan Barat telah gagal membawa umat manusia kepada kebahagiaan.
Meskipun Abdur Raziq dan Hallaq berakhir pada kesimpulan yang sama, namun ada bebrapa hal yang membedakan diantara keduanya:
1). Abdur Raziq menafikan keberadaan Negara Islam di masa lalu, sedangkan Hallaq menafikan kebe
radaan Negara Islam di masa depan.
2). Motif pemikiran Abdur Raziq adalah kekagumannya terhadap Peradaban Barat Modern, sedangkan motif pemikiran Hallaq adalah kritiknya terhadap Peradaban Barat Modern.
3). Maka Abdur Raziq adalah seorang modernis, sedangkan Hallaq seorang penganut post modern.
Dalam ceramah umumnya di Pasca Sarjana Universitas Dhoha, Qatar, Prof. Dr. Abu Ya’reb Al Marzuqi membantah pendapat Abdur Raziq dan Al Halaq, bahwa kesimpulan pemikiran keduanya dilandasi oleh pertanyaan filsafat yang bersifat aksiomatik, karena jawabannya sudah tesirat pada pertanyaan itu sendiri.
“Apakah ada Negara Islam?” Menurut Abu Ya’rub jelas pertanyaan ini bersifat aksiomatik, atau memiliki jawaban yang pasti kalau dipandang dari sudut pemikiran modernis Abdur Raziq dan pemikiran post mo
dern Hallaq.
Dengan kata lain ketika ditanya “Apakah ada Negara Islam?” Sudah pasti Abdur Raziq akan menjawa “tidak ada”, apabila yang dimakasud sebuah Negara itu adalah Negara model Negara kebangsaan di era modern sebagaimana diterapkan Inggris, Prancis, dsb.
“Akankah ada Negara Islam?” Sudah pasti juga Hallaq akan menjawab “mustahil akan ada”, apabila yang ia maknai dengan Negara Islam itu adalah model Negara Islam yang diterapkan selama abad pertengahan, karena model Negara akan selalu berkembang dari zaman ke zaman.
Menurut Abu Ya’reb, baik Abdur Raziq maupun Hallaq keduanya lupa bahwa setiap Negara—baik dari masa Firaun hingga sekarang–memiliki fungsi yang sama meski perangkatnya selalu berkembang dan berbeda-beda. Menurut beliau setiap Negara memiliki fungsi himayah (perlindungan) dan fungsi ri’ayah (perhatian), kemudian kedua fungsi ini dijabarkan kedalam bentuk departeman atau kementrian yang berbeda
dari masa ke masa.
Oleh karena itu menurut Abu Ya’rub sejak masa Rasulullah SAW, kemudian Khulafa Rasyidin, dan seterusnya, Islam sudah memiliki konsep Negara, maka Negara Islam seketika itu sudah ada. Rasulullah adalah pemilik proyeknya, Abu Bakar yang menetapkan pusat pemerintahannya, Umar yang menetapkan sejarahnya dengan menetapkan penangggalan hijriah, Utsman yang memperkuat referensinya dengan penyatuan mushaf Al Quran, dan seterusnya, setiap para pemimpin memiliki andil dalam mengembangkan Negara Islam.
Oleh karena itu sangat keliru apabila ada kelompok yang mempromo
sikan bahwa Negara Islam itu tidak pernah dan tidak akan pernah ada, bahwa Negara Islam itu hanya sebatas hayalan belaka.
Di Indonesia, pemikiran mengingkari dan menafikan eksistensi Negara Islam pernah dipromosikan oleh JIL, Ma’arif Institut dan kelompok liberal lainnya yang hasil penelitiannya mereka simpulkan ke dalam buku “Ilusi Negara Islam.” Namun, lagi-lagi, sebagaimana pemikiran-pemikiran nyeleneh lainnya, pemikiran “Ilusi Negara Islam” pun tidak laku dan gaungnya hilang setelah menggema seketika.
Wallahu ‘Alam Bishowwab.